Mengintip Kehidupan Perkawinan Campuran WNA-WNI, Suami Bule Terkendala Izin Tinggal


Perkumpulan masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia (PerCa Indonesia) Bali menggelar rangkaian kegiatan tahunan di Kuta, Badung, Sabtu (14/4/2018).

Adalah Roadshow Diskusi dan Konsultasi tentang Warisan dan Surat Wasiat untuk Keluarga Perkawinan Campuran.

Diskusi kemarin menghadirkan nara sumber Dewan Pengawas PerCa Pusat Jakarta Rulita Anggraini dan Notaris Elizabeth Karina Leonita.

Koordinator PerCa Bali Ni Putu Marina Eka mengungkapkan, ada beberapa masalah yang dihadapi keluarga perkawinan campuran antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI).

Dari informasi yang diterima Tribun Bali, saat ini anggota PerCa sudah mencapai 1.200 orang di seluruh Indonesia dan 400 orang di Bali.

"Iya banyak, yang sering izin tinggal, izin kerja. Misalkan WNA yang bekerja harus disponsori perusahaan yang memiliki badan hukum. Dan lainnya adalah soal catatan sipil atau pencatatan," kata Ni Putu Marina Eka.

"Kalau seorang suami tinggal di Indonesia bisa disponsori istrinya untuk mendapatkan izin tinggal. Dengan begitu WNA bisa tinggal atas legitimasi (sponsor istri)," tambahnya.

Jadi, menurutnya untuk suami WNA atau anak dewasa WNA yang ingin tinggal di Indonesia, bisa menggunakan sponsor istri atau ibu WNI untuk mengurus Izin Tinggal Sementara (ITAS) atau Izin Tinggal Tetap (ITAP) berdasarkan Undang-undang (UU) Keimigrasian No 6/2011.

Dia menambahkan, ITAS berlaku 1 tahun dan bisa diperpanjang.

ITAP berlaku 5 tahun dan bisa diperpanjang juga.

Rulita Anggraini menjelaskan ada beberapa masalah yang kemudian sering hadir dalam keluarga perkawinan campuran.

Di antaranya, keluarga perkawinan campuran memiliki keterkaitan erat dengan aturan hukum seperti masalah izin tinggal, kewarganegaraan anak, izin kerja, juga jika ingin memiliki properti.

"Kondisi aturan yang cukup rumit untuk pasangan WNI dan WNA ini terus menerus kami hadapi sejak kami menikah. Kami tidak bisa mengurus status kewarganegaraan anak jika pernikahan dilakukan di luar negeri dan belum didaftarkan," kata dia.

"Jika kami menikah di luar negeri dan baru kembali beberapa tahun setelahnya, bagaimana? Jika tidak memiliki status pernikahan yang jelas bagaimana dengan pengurusan izin tinggal suami dengan sponsor istri? Inilah yang selalu PerCa sosialisasikan terutama bagi WNI dalam perkawinan campuran agar aturannya selalu ditaati," jelasnya.

Dia juga mengatakan, kesamaan masalah yang paling sering muncul selain keimigrasian (izin tinggal) adalah tenaga kerja.

Karena WNA yang bekerja di Indonesia itu harus dibedakan antara WNA murni yang hanya bekerja setelah itu pulang dengan WNA yang bekerja untuk menafkahi keluarganya yang WNI.

"Contohnya suami saya, dia berada di Indonesia bekerja dan tinggal karena menikah dengan saya. Karena anak-anak kami tinggal di Jakarta dan mereka juga berstatus WNI," jelasnya.

Selain itu, masalah properti.

Dalam UU Pokok Agraria pasal 21 ayat 3 ada ketentuan WNA yang dalam perkawinan melalui harta bersama atau karena warisan mendapatkan bagian dari aset yang berstatus hak milik, maka ia harus melepaskan dengan cara menjualnya dalam waktu satu tahun.

"Masalah timbul jika WNI yang menikah dengan WNA tidak memiliki perjanjian perkawinan sehingga hartanya menjadi harta bersama, maka dia tidak bisa mempunyai aset berstatus hak milik. Padahal dia sepenuhnya WNI. Sementara di Indonesia jika mau jual tanah mana ada orang yang mau beli dengan status bukan hak milik?" jelas dia.

Uji Materi Dikabulkan
Dewan Pengawas PerCa Pusat Jakarta Rulita Anggraini mengungkapkan, pada saat 2015 PerCa mengajukan uji materi Mahkamah Konstitusi (MK).

Kemudian pada tahun 2016 uji materi dikabulkan.

"Jadi berdasarkan keputusan MK sekarang sudah bisa dilakukan perjanjian kawin dalam perkawinan. Sebelumnya UU No 1 tahun 74 pasal 29 berbunyi perjanjian kawin hanya bisa dilakukan sebelum atau saat menikah. Sekarang dalam pernikahan sudah dibolehkan MK," terangnya.

Sementara ketentuan kewarganegaraan anak saat mencapai usia 18 mulai sekarang bisa diberikan petunjuk apakah dia memilih WNI atau WNA.

"Orangtua dan anak harus tahu aturannya sebelum anak memilih. Karena jika mereka memilih menjadi WNA dan kemudian ingin jadi WNI itu maka proses naturalisasi tidak gampang. Harus tinggal lima tahun berturut-turut di Indonesia dan melalui proses cukup panjang," kata Rulita yang pernah menjadi Ketua PerCa periode 2008-2012.

Sumber
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==